Go a head
A.
Latar Belakang
B.
Pokok pembahasan
C.
Tujuan Penulisan
BAB II
ISI
A.
Pengertian Pemilu
B.
Tujuan pemilu
C.
Dasar Pemikiran dilaksanakannya Pemilu di Indonesia
D.
Kebudayaan remaja dan siswa sebagai pemilih muda dalam pemilu
E.
Peran pemuda dalam pemilu
F.
Pandangan Anak Muda Tentang Partai Politik
G. Antusiasme Genersi
Muda Dalam Pemilu
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Pustaka
A.
Latar Belakang
Pemilu atau pemilihan umum bukanlah
hal yang tabu bagi seluruh warga negara Indonesia. Dari sekitar 190 juta warga
yang memiliki hak pilih dalam pemilu, 7,4 persen di antaranya atau sekitar 14
juta orang, adalah generasi muda yang akan memakai hak pilih untuk pertama
kalinya. Jumlah yang cukup besar tentunya.
Pemilihan umum merupakan sarana
demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat.
Pemerintahan negara terbentuk melalui pemilu itu adalah yang berasal dari rakyat
(termasuk remaja 17 tahun keatas), dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat
yang diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Karena pemerintah tidak bisa
bertindak apapun mengenai negara tanpa persetujuan rakyat. Oleh sebab itu ada
DPR dan MPR yang mewakili rakyat.
Tak sedikit pemuda yang menjadi
pemilih pemula, sehingga, mereka yang berumur 17-21 tahun sudah memiliki hak
secara langsung untuk memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nurani
tanpa perantara atau dorongan dari manapun, karena suara yang mereka berikan
juga sebagai penentu bagi mereka sebagai pemilih, untuk mewujudkan masa depan
yang lebih cerah.
Ikut serta dalam pemilihan merupakan
pengalaman pancasila, khususnya sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Sebagai warga negara yang baik, kita hendaknya dapat mengembangkan
kesadaran berperan serta dalam pemilu. Peran serta tersebut dapat dilakukan
dengan mengikuti kampaye atau ikut serta dalam pemilihan langsung.
Manfaat pemilu bagi pemilih muda yang
mayoritas pelajar, remaja dan mahasiswa, juga untuk mendidik dan mencerdaskan.
Oleh karena itu, suara yang mereka berikan merupakan wujud kerjasama untuk
mensukseskan pemilu. Karena dikalangan pemilih remaja, pendidikan politik
sangat rendah. Sehingga pemilih pemula bisa menduduki posisi terpenting dalam
pemilu. Kerendahan pendidikan politik tersebut tidak setara dengan jumlah
pemilih muda yang sangat banyak. Oleh sebab itu partisipasi mereka terkadang di
manfaatkan sebagai sasaran buruan para calon.
Hubungan pemilu dengan pemilih
sangatlah erat. Karena dalam pemilu membutuhkan pemilih dan pemilih membutuhkan
pemilu untuk memilih seorang pemimpin, karena negara Indonesia menganut
kedaulatan rakyat. Dalam pemmilu setiap pemilih memiliki hak untuk memilih siapa yang kira-kira bisa dijadikan
panutan yang bertanggung jawab. Karena dikalangan masyarakat khususnya
dikalangan pemilih pemula. Perlakuan sesuai dengan fungsi dan kedudukan dalam
masyarakat merupakan sebuah keadilan dalam kehidupan sosial budaya. Oleh sebab
itu, pemilu sangatlah penting dikalangan pemilih remaja.
Memahami kesadaran politik siswa
sebagai pemilih pemula atau pemilih remaja dalam pilkada perlu kiranya
diaktualisasikan melalui pembelajaran yang melibatkan langsung diri remaja
terhadap fenomena sosial yang terjadi dilingkungan anggota dan aktivitas
keluarga atau masyarakat dengan pendekatan School-Based Democracy Education.
Dengan demikian siswa akan terlibat langsung dengan aktivitas masyarakat dan
dirimya sebagi objek sekaligus subjek dalam berdemokrasi. Dengn melihat latar
belakang tersebut diatas, penulis dalam hal ini terdorong untuk mengkaji lebih
dalam mengenai bagaimana posisi kata pemilu dalam diri seorang remaja ataupun
pemilih pemula di Indonesia, sekaligus untuk mengetahui bagaimana peran serta
remaja dalam pemilu.
B.
Pokok pembahasan
1.
Pengertian pemiliu
2.
Tujuan diadakannya pemilu di Indonesia
3.
Dasar hukum dan landasan pemilu di
Indonesia
4.
Kebudayaan remaja dan siswa sebagai
pemilih muda dalam pemilu
5.
Pandangan anak muda tentang partai politik
6.
Antusiasme generasi muda dalam pemilu
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk memenuhi tugas matakuliah
2.
Supaya mahasiswa dapat lebih memahami pemilu
di Indonesia
3.
Agar mahasiswa mengerti bahwa mereka
adalah bagian dari generasi muda untuk menciptakan pemilihan umum yang lebih
baik dari pemilu yang pernah dilaksanakan
BAB II
ISI
A.
Pengertian Pemilu
Pemilihan
umum atau sering disebut sebagai pemilu adalah proses memilih orang untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam,
mulai dari presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat pemerintahan, sampai
kepala desa. pada konteks yang lebih luas, pemilu dapat juga berarti proses
mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun dalam hal
ini kata pemilihan yang lebih sering digunakan.
Pemilu
merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuatif (tidak
memaksa) dengan melakuakan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi
massa, lobi dan lain-lain. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi
sangat di kecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik
propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selaku
komunikator politik.
Dalam
pemilu, para pemilih dan pemilu uga di sebut konstituen, dan kepada para
merekalah para peserta pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya
pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan,
menjelang hari pengumutan suara. Setelah pengumutan suara dilakukan, proses
penghitungan dimulai. Pemenang pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem
penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para
peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Dalam
UU RI No. 12 tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD pasal 1 berbunyi
“pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.” Dan UU No. 23 tahun 2003 mengatur pemilu untuk presiden dan wakil
presiden negara RI yang di pilih langsung oleh rakyat. Pemilu merupakan syarat
mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat karena dengan
banyaknya jumlah penduduk demi seorang dalam menentukan jalannya pemerintahan
oleh sebab itu kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan cara perwakilan
B.
Tujuan pemilu
Pada dasarnya ada beberapa tujuan
yang mendasari pelaksanaan pemilu di Indonesia diantaranya:
1. Untuk
memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota
2. Melaksanakan
demokrasi pancasila
3. Untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Untuk
mempertahankan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Melaksanakan
hak politik warga negara Indonesia
6. Menjamin
kesinambungan pembangunan
7. Memungkinkan
terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
8. Untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat dalam negara
C.
Dasar Pemikiran dilaksanakannya Pemilu di Indonesia
ada
beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dilaksanakan pemilu di Indonesia,
diantaranya adalah:
a. Sebagai
sarana untuk dapat melaksanakan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan,
khususnya reformasi dalam bidang politik
b. Membentuk
lembaga permusyawarah/perwakilan rakyat agar dapat berpartisipasi dalam
pemerintahan
c. Melaksanakan
asas kedaulatan rakyat sesuai sila keempat pancasila yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
d. Melaksanakan
hak plitik warga negara Indonesia.
Pemilu
yang demokratis merupakan suatu cara untuk menyatakan diri sebagai negara
demokrasi karena suatu negara dikatakan demokratis apabila memenuhi dua asas
pokok pemerintahan demokrasi yaitu:
1. Adanya
pengakuan hak asasi manusia
2. Adanya
partisipas rakyat dalam pemerintahan yang diwujudkan dalam bentuk pemilu yang
demokratis
Dasar-dasar hukum pemilihan umum adalah:
1. Pancasila
2. Undang-Undang
Dasar 1945
3. Ketetapan
MPR tentang GBHN
4. Ketetapan
MPR tentang pemilu
5. UU
No.31 tahun 2002 tentang partai politik
6. UU
No.12 tahun 2003 tentang pemilu
Landasan pemilu di Indonesia meliputi:
1. Landasan
idiil pemilu adalah Pancasila
2. Landasan
konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945
3. Landasan
operasional adalah
a. Ketetapan
MPR No. III / MPR / 1998
b. UU
No. 31 tahun 2002 tentang partai politik
c. UU
No. 12 tahun 2003 tentang pemilu
D.
Kebudayaan remaja dan siswa sebagai pemilih muda dalam pemilu
Siswa atau remaja pada umumnya memiliki suatu sistem sosial yang
seolah-olah menggambarkan bahwa mereka mempunyai “dunia sendiri”. Dalam sistem
remaja ini terdapat kebudayaan yang antara lain mempunyai nilai-nilai,
norma-norma. Sikap serta bahasa tersendiri yang berbeda dari orang dewasa.
Dengan demikian remaja pada umumnya mempunyai persamaan dalam pola tingkah
laku, sikap dan nilai, dimana pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda
dalam beberapa hal dengan orang dewasa.
Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan cenderung pada
hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang
kurang menyenangkan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya
atau “peer group” adalah penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi
seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. Masa
pubertas merupakan tahap permulaan perkembangan perasaan sosial. Pada masa ini
timbul keinginan remaja untuk mempunyai teman akrab dan sikap bersatu dengan teman-temannya,
sedangkan terhadap orang dewasa mereka menjauhkan diri. “Peer culture” ini
berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok sebaya
mempengaruhi kelakuan mereka. Seorang remaja membutuhkan dukungan dan konsensus
dari kelompok sebayanya. Dalam hal ini setiap penyimpangan nilai dan norma
kelompok akan mendapat celaan dari kelompoknya, karena hubungan antara remaja
dan kelompoknya bersifat solider dan setia kawan. Pada umumnya para remaja atas
kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan persamaan dalam minat,
kesenangan atau faktor lain.
Berkenaan dengan kapasitas kebudayaan remaja/siswa tersebut, setidaknya
dapat dijadikan gambaran penting upaya melihat peta demokrasi dan kesadaran
politik kalangan remaja di lingkungan persekolahan sebagai bagian pemilih
pemula dalam pilkada. Menurut Bambang, ada tiga tingkat materi yang perlu
ditanamkan dalam kurikulum pendidikan berkaitan dengan sosialisasi pemilu
melalui kurikulum pendidikan. Ketiga materi tersebut adalah penanaman hakikat pemilu
yang benar sehingga memunculkan motif yang kuat bagi pemilih pemula untuk
mengikuti pemilu, pemahaman mengenai sistem pemilu, dan pemahaman tentang
posisi tawar politik.
Pemahaman
perilaku politik (Political Behavior) yaitu perilaku politik dapat dinyatakan
sebagai keseluruan tingkah laku aktor poltik dan warga negara yang telah saling
memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam
rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik.
Sedangkan menurut Almond dan Verba yang dimaksud budaya politik (Political
Culture) merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sitem
politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang
ada di dalam sistem itu. Warga negara senantiasa mengidentifikasi diri mereka
dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka
miliki.
E.
Peran pemuda dalam pemilu
Hampir setiap kegiatan pemilu, peran pemuda cukup
mendominasi, bahkan ada yang melampaui 90 persen dari keseluruhan masa yang
hadir dalam kampanye. Ketika juru kampanye meneriakan yel ataupun jargon
parpolnya, sambutan pemuda tampak begitu semarak sekali.
Tak dapat dipungkiri, dukungan pemuda dalam setiap
pemilu tak pernah surut. Tidak saja di Indonesia, di setiap Negara manapun
partisipasi pemuda dalam pemilu selalu dominan. Yang menjadi pertanyaannya
adalah apakah animo pemuda terhadap politik ini dikarenakan hati nuraninya atau
ada hal lain, seperti ikut-ikutan saja?
Sejak era sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, Orde
Lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi partisipasi pemuda dalam menyuarakan
demokrasi itu tak diragukan lagi. Sumpah pemuda yang dikumandangkan 1928,
proklamasi kemerdekaan 1945, dan reformasi 1998, menunjukkan bahwa peran pemuda
dalam kebangkitan bangsa memang begitu dominan dan strategis. Ini dikarenakan
pada masa ini (pemuda), punya kekuatan otot dan otak yang kuat. Kata kasarnya
apapun bisa dilakukan oleh pemuda. Seperti kata Soekarno, berikan saya sepuluh
orang pemuda, maka akan ku goncang dunia ini.
Pemilu merupakan ajang pesta demokrasi rakyat, digelar
setiap lima tahun sekali. Tentu saja banyak pemuda yang untuk pertama-kalinya
memiliki hak pilih. Lantas, ke parpol manakah sebagian besar pemuda menyalurkan
aspirasinya. Nah, hal inilah yang perlu digarap secara cermat oleh setiap
Parpol. Jumlah suara pemuda itu puluhan juta, tentu saja diperlukan perlakuan
khusus untuk mendekati kalangan pemuda.
Dalam massa kampanye yang berlangsung beberapa pekan,
tentu saja setiap Parpol akan beradu jurus atau strategi untuk memperoleh
dukungan pemuda. Ada yang memasang jurus klasik, umpamanya dengan penawaran
program yang menyangkut kepentingan pemuda. Ada juga Parpol yang mendekati
pemuda dengan menggunakan jurus yang berbau psikologis, artinya apa yang
menjadi minat dan kecenderungan pemuda lantas disajikan selama masa kampanye.
Tak heran menjelang Pemilu 2014 beragam kecanggihan teknologi informasi akan
dimanfaatkan Parpol, misalnya situs jejaring social.
Karena pemuda cenderung lebih suka hiburan, hura-hura
dan kumpul-kumpul, maka berbagai hiburan pun digelar, mulai dari menampilkan
music rock, dangdut, pop, hingga berupaya menampilkan selebritis idola kaula
muda. Beberapa selebritis yang berhasil masuk parlemen terutama karena dukungan
pemuda.
Tak dapat dipungkiri, bahwa dengan cara menampilkan
selebritis kesohor, dengan sendirinya jumlah masa kampanye akan membludak,
terutama kalangan pemilih berusia muda. Bagi Parpol yang kantungnya tebal,
upaya mendatangkan selebritis memang tidak sulit, berapapun honornya mampu
membayarnya. Namun bagi Parpol dengan kantung pas-pasan memang cukup sulit
untuk menampilkan artis dalam kegiatan kampanye, kecuali jika sang artis
dengan suka rela dan ikhlas mendukungnya. Sebagai gambaran yang menujukkan
betapa efektifnya unsur hiburan dalam mengumpulkan massa, umpamanya pada Pemilu
1982 lalu, dalam suatu kampanye di Jakarta, sebuah Parpol bisa menghadirkan
satu juta massa, terutama karena kehadiran Rhoma Irama beserta Grup Soneta yang
saat itu mencapai puncak kejayaan.
Untuk meraih suara dan simpatik pemuda, maka tak heran
jika para tokoh Parpol dan para jurkam yang sebenarnya sudah tak muda lagi
kembali berpenampilan muda, bahkan dipanggung kampanye tak segan-segan untuk
berjoget, bernyanyi dan berteriak-teriak histeris. Dalam arena kampanye memang
para “koboy kolot” banyak bermunculan, tampak begitu dinamis dan sangat memikat
penampilannya, bahkan tampak lebih muda dari para pemuda. Tentu saja para
pemuda akan segera jatuh simpatik pada tokoh Parpol yang demikian.
Pemuda memang identik dengan gairah, semangat,
demokrasi dan keterbukaan. Pemuda tak menyukai segala sesuatu yang loyo dan
muluk-muluk, pemuda memang amat menyukai realita. Dengan demikian, salah satu
“jurus” untuk meraih dukungan pemuda dalam Pemilu ialah dengan menawarkan
keterbukaan, program yang tidak muluk-muluk serta realistis.
Dalam setiap acara kampanye, gairah pemuda seperti
terbakar dan makin bergelora. Dalam setiap kampanye ketergantungan Parpol
terhadap kalangan pemuda begitu tinggi, karena sebagian besar dari massa yang
hadir memang para pemuda. Sudah sewajarkan keikutsertaan pemuda tidak
disia-siakan, apalagi jika ditanamkan perasaan sentimen atau prasangka yang
buruk terhadap Parpol lain, hingga dikhawatirkan menimbulkan perpecahan antar
pemuda.
F.
Pandangan Anak Muda Tentang Partai Politik
Partai
politik pada dasarnya menjadi alat pencerah untuk menyadarkan masyarakat pada
peran politiknya. Namun sepertinya partai politik melupakan sesuatu, pencerahan
politik yang dilakukan terkadang tidak menyentuh generasi muda khususnya anak
muda/remaja. Program-program yang ada dalam partai politik cenderung tidak
memperhatikan potensi pemilih suara dari kalangan ini.
Masa
muda merupakan saat-saat dimana mereka ingin mencoba mengikuti proses pemilu.
Pertumbuhan partai politik di Indonesia tidak di imbangi dengan kemampuan
memahami kepentingan anak muda. Program-program partai belum menjangkau remaja.
Apalagi mewakilinya. Mungkin ini merupakan salah satu kelemahan partai politik
yang sering meremehkan hal-hal kecil. Remaja merupakan generasi penerus
keberlangsungan bangsa ini. Pendidikan pilitik bagi mereka merupakan hal
penting. Merekalah generasi pemilih di masa yang akan datang.
Bila
di kaji lebih dalam, remaja bis memberi keuntungan pada prti politik bila input
pendidikan politik pada mereka di berikan secara intensif. Kaum pemuda akan memiliki
kesadaran berpolitik tinggi dan semakin kritis pada proses politik yang tengah
terjadi. Partai juga diuntungkan karena dapat melakukan kaderisasi politik
secara dini. Hanya saja partai politik sepertinya belum memahami arti penting
ini.
Orientasi
partai politik masih pada isu-isu besar. Cara mendongkrak suara pun masih
menggunakan cara-cara yang sudah umum, misal menggunakan artis dengan cara
merekrutnya. Dengan kondisi seperti itu secara tidak langsung telah membentuk
sikap tertentu dikalangan remaja. Peran remaja pun menjadi kurang. Dan pada
alkhirnya mereka akan memilih hura-hura ketimbang memikirkan politik yang rumit
dan belum tentu memberikan keuntungan bagi mereka.
Remaja lebih sering mendapat informasi tentang
politik dari media. Baik itu cetak, elektronik, dan sekarang pada media
online. Tentunya informasi yang mereka dapatkan
dari media bukanlah penegetahuan mendalam, namun sepotong-sepotong.
Ketidakpedulian partai politik akan mempersulit menyadarkan remaja pada peranan
politiknya. Kalau hanya kemengan dalam pemilu yang di kejar oleh partai
politik, remaja selamanya tidak akan pernah tertarik mempelajari politik.
Faktor lainnya yang membentuk kesdaran remaja tergantung pada orangtua. Bila
tidak ada yang mengarahkan mereka tidak akan pernah memiliki kepedulian.
Indonesia
ini menganut sistem demokrasi dalam tatacara pemerintahannya. Konsekuensi logis
pertama dari demokrasi kita adalah diadakannya pemilihan raya untuk memilih
pemimpin eksekutif dan legislatif (perwakilan rakyat) pada berbagai tingkatan
daerah. Pemilihan ini menggunaka sistem one-man-one-vote, rtinya tidak peduli
tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial, satu orang memiliki satu suara. Itulah
menariknya demokrasi.
Masyarakat
memiliki hak untuk mengekspresikan kepuasan dan ketidakpuasan setidaknya 5
tahun tiga kali, saat pemilu nasional, dan pilkada provinsi dan kabupaten/kota. Bila ia puas maka ia akan
memilih incumbent, bila kecewa ia akan memilih pasangan alternatif.
Kesempatan
ekspresi sepeerti ini perlu kita perjuangkan dengan menggunakannya dengan baik.
Sebelum era reformasi, kebebasan ini tidak dimiliki sepenuhnya. Bila kita tidak
menggunakannya maka, bisa jadi suara kita diklaim atau di bajak oleh pihak
tertentu. Konsekuensi selanjutnya dari demokrasi adalah hak menyampaikan
aspirasi. Mekanisme yang digunakan oleh Indonesia dalam hal ini adalah perwakilan
melalui sistem paratai politik. Rasanya memang menjadi agak aneh apabila, kita
menjadi anti terhadap partai politik, karena justru merekalah corong opini kita
kepemerintah.
Konsekuensi
terakhir dari demokrasi adalah hak setiap warga untuk aktif dalam berpolitik.
Setiap warga negara berhak di pilih dan memilih, begitulah bunyi undang-undang
negeri ini. Artinya kita mempunyai kesempatan tidak hanya sebagai follower
tetapi juga sebagai leader. Dalam berpolitik dan bernegara, tentu ada mereka
yang aktif bergerak, dan lebih banyak yang menunggu dan mengikut. Indonesia
negara hukum, dan salah satu tugas penting dari para politisi adalah
mengeluarkan produk hukum untuk kesejahteraan rakyat.
Tentu
tidak semua anak muda harus aktif berpolitik, tetapi saya sangat yakin percaya
bahwa demokrasi yang berkualitas akan terwujud bila anak muda Indonesia
menggunakan hak politik mereka, yakni memilih dan menyampaikan aspirasinya.
G. Antusiasme Genersi
Muda Dalam Pemilu
Dari sekitar
190 juta warga yang memiliki hak pilih dalam pemilu, 7,4 persen di antaranya
atau sekitar 14 juta orang, adalah generasi muda yang akan memakai hak pilih
untuk pertama kalinya. Berbagai kalangan mengungkapkan kekhawatiran, bahwa
mereka akan bersikap apolitis atau tergilincir pada politik uang. Bermula dari
keprihatinan itu, seorang ahli strategi marketing digital, Pingkan Irwin
membangun website: www.AyoVote.com lengkap dengan layanan jejaring sosial.
Tujuannya membangkitkan minat anak-anak muda untuk peduli dengan perkembangan
politik, termasuk dalam bentuk partisipasi pemilu.
Pingkan
Irwin: Ide awal untuk membuat website Ayo Vote dimulai dari 2012 setelah Pilgub
Jakarta. Dari situ kita sadar masih banyak anak muda Indonesia yang peduli dan
semangat untuk berpartisipasi dalam Pemilu, tapi selama ini masih belum ada
media yang bisa memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh
karena itu, kita mulai membangun AyoVote.com, di mana informasi yang terdapat
di dalamnya lebih fokus kepada pengetahuan mendasar untuk membekali para pemilih
muda agar mereka bisa menggunakan hak suara secara bertanggung jawab. Selama
menyiapkan website tersebut, kita sadar bahwa kita perlu melakukan proyek ini
dalam skala lebih besar. Oleh karena itu, saya dan Abdul Qowi Bastian,
memutuskan untuk membuat Ayo Vote menjadi sebuah gerakan pendidikan pemilih
yang ditujukan kepada generasi digital.
Diperkirakan bahwa dalam setiap Pemilu, 30% dari total jumlah pemilih
adalah pemilih muda (usia 17-30 tahun). Demografi ini tentunya sangat
signifikan dan partisipasi mereka akan sangat berpengaruh dalam menentukan
hasil pemilu.Karena jumlah mereka yang sangat signifikan, mereka harus menjadi
pemilih yang bertanggung jawab dan dapat menentukan pilihan atas dasar yang
kuat. Semua ini demi tercapainya pemilu yang berkualitas dan memastikan calon
yang terkuatlah yang akan akhirnya terpilih.
Tingkat apatis generasi muda Indonesia memang tinggi. Respon yang biasanya
kita dapat ketika kita bertanya kenapa mereka enggan untuk memilih:
·
Siapa pun yang menang, Indonesia akan begini-begini
aja, gak akan mengubah apa-apa.
·
Gak kenal juga siapa aja calonnya.
·
Semua politisi itu korup.
·
Gak tahu apa perbedaan antara partai politik peserta
pemilu.
·
Kayaknya prosesnya ribet deh.
Itu adalah 5 hal utama yang kami
coba atasi dengan adanya Ayo Vote. Pendekatan kami difokuskan ke 5 masalah
persepsi di atas dengan cara men-simplify semua informasi mendasar
tentang Pemilu. We keep it simple. Fokus kita memang tidak hanya
tentang politik, tapi juga tentang hal-hal positif tentang Indonesia yang patut
diperjuangkan dan mengapa partisipasi para anak muda sangat penting dalam
menentukan arah negara.
Ada beberapa partai politik yang sangat semangat untuk berpartisipasi dalam
kegiatan Ayo Vote, dan kami sangat terbuka untuk mengakomodasi semua partai
politik, idealnya. Dan jumlah caleg yang tertarik untuk membuat acara dengan
Ayo Vote juga jumlahnya tidak sedikit. Pada dasarnya Ayo Vote adalah sebuah open
platform untuk menjadi jembatan antara para pemilih muda dan partai
politik ini, maka dari itu kita selalu mencoba untuk mengakomodasi tanpa
mengurangi integritas konten dan tetap memegang teguh netralitas program kami.
Hampir setiap akhir pekan dihabiskan Pingkan Irwin, sang inisiator Ayo
Vote. Kegiatan yang mendorong minta anak muda agar melek politik bertemu banyak
orang dan bekerja. Tapi bukan untuk sekedar nongkrong, shopping atau
cuci mata di pusat keramaian, melainkan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan kegiatan sadar politik bagi generasi muda.
Pingkan Irwin: Saat ini kita sedang gencar untuk melakukan kunjungan ke
kampus dan sekolah-sekolah, karena mereka adalah target program kami. Selain
itu kita juga ada acara bulanan di mall-mall, namanya "NgomPol"
(Ngomongin Politik). Acara tersebut adalah hasil kolaborasi Ayo Vote dengan
Provocative Proactive yang memang sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengemas
konten politik menjadi lebih menarik dan lebih dekat ke anak muda.
Selain pendanaan tentunya, problem utama yang kita hadapi adalah mengubah
persepsi tentang politik Indonesia yang dinilai sangat kotor. Tujuan Ayo Vote
sendiri itu ada 2:
1.
Meningkatkan partisipasi dalam Pemilu
2.
Menjadikan pemuda Indonesia, pemilih yang bertanggung jawab.
Untuk mengangkat mereka ke tatanan pertama saja sudah sangat sulit karena
tingkat apatis yang tinggi, perlu pendekatan yang berbeda untuk meyankinkan
mereka bahwa partisipasi mereka justru sangat penting untuk memutus siklus
buruk yang terjadi dalam kepemerintahan Indonesia saat ini.
Ketika kita berhasil mengubah persepsi bahwa suara mereka tidak
berpengaruh, kita baru bisa masuk ke tahap kedua di mana mereka harus tahu
betul siapa yang akan mereka pilih dan kenapa.
Sayangnya karena korupsi sudah menjadi bagian dalam budaya Indonesia saat
ini; seakan-akan kita harus menerima bahwa korupsi memang sudah menjadi bagian
dari proses. Pemberitaan di media rasanya seperti tidak berhenti dari satu
kasus ke kasus yang lain, sampai terkadang kita lupa tentang kasus-kasus
sebelumnya atau malah sering tertukar siapa saja orang yang terlibat dalam
suatu kasus karena sudah terlalu banyak.
Karena kita
sudah dibombardir dengan pemberitaan negatif ini, kita merasa bahwa semua orang
dalam dunia politik itu kotor. Tapi bukan begitu kenyataannya, masih banyak
orang-orang yang sangat pintar dan kompeten yang bekerja dalam pemerintahan.
Oleh karena itu, kami juga ingin menyorot para individu yang menurut kami
adalah sosok-sosok pemimpin yang bekerja melayani rakyatnya sepenuh hati untuk
memperbaiki keadaan.
Sejauh ini sangat membesarkan hati karena banyak di antara mereka yang
sangat semangat dan jumlah relawan Ayo Vote juga sudah cukup banyak. Rata-rata
mereka antusias dengan video yang kita produksi atau ketika tim kita datang ke
kampus mereka untuk melakukan workshop. Karena mereka sebenarnya ingin cari
tahu lebih banyak informasi seputar pemilu, hanya saja selama ini informasinya
masih terpencar. Maka ketika kita berikan panduan step-by-step dan
mereka sadar betapa mudahnya, contohnya cek apakah nama mereka sudah terdaftar
dalam DPT atau tidak, mereka kemudian tertarik untuk cari informasi lebih
lanjut melalui Ayo Vote.
Semenjak
program Ayo Vote diluncurkan, weekend pun akhirnya digunakan
untuk bekerja. Selain penyelenggaraan event, pekerjaan kantor pun
juga harus dicicil hari Sabtu dan Minggu. Tapi sejauh ini masih manageable dan
kita selalu melakukan proyek sesuai dengan kemampuan kita untuk memastikan kita
dapat mencapai hasil maksimal.
Sekarang sudah tidak ada alasan lagi, karena banyak sekali informasi yang
tersedia online. Jangan sampai anak muda membiarkan orang lain menentukan
pilihan mereka, karena nantinya mereka sendiri yang merasa dirugikan dan
menyesal di kemudian hari kalau kandidat yang terpilih tidak sesuai dengan
harapan mereka.
Pastikan orang/partai yang dipilih memang sudah sejalan dengan apa yang
mereka inginkan, memperjuangkan isu-isu yang dekat dengan si pemilih itu
masing-masing dan memiliki latar belakang serta pengalaman yang memadai untuk
posisi yang akan mereka jabat nanti.
Jangan sampai anak muda memilih orang/partai tanpa mengetahui informasi
dengan jelas, hanya berdasarkan kenal dari iklan dan baliho yang pernah
dilihat. Anak muda harus benar-benar tahu apakah para kandidat ini kompeten
atau tidak. Karena itu adalah satu-satunya cara untuk memastikan hanya
orang-orang terbaik lah yang akan menjadi wakil mereka selama 5 tahun ke depan
nanti.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya Pemilihan umum
merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang
berkedaulatan rakyat. Pemerintahan negara terbentuk melalui pemilu itu adalah
yang berasal dari rakyat (termasuk remaja 17 tahun keatas), dijalankan sesuai dengan
kehendak rakyat yang diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Karena pemerintah
tidak bisa bertindak apapun mengenai negara tanpa persetujuan rakyat. Oleh
sebab itu ada DPR dan MPR yang mewakili rakyat.
Maka dalam hal ini untuk memenuhi
keinginan tersebut peran pemuda disini adalah sangat penting terutama untuk
memahami politik dengan sebaik-baiknya. Dan tingkat pemahaman pemuda juga
didorong dari keluarga dan juga lingkungan tempat ia beradaptasi. Lingkungan
juga akan memberikan hal positif dan negatif pada diri remaja. Lingkungan yang
positif akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan politik remaja muda.
Misaknya dengan adanya AyoVote akan membangkitkan semangat muda dalam politik.
B.
Saran
Sebagai
muda mudi dalam pemilihan umum dan sebagai remaja yang masih belum memahami
penuh politik hendaknya kita ikut memahami lebih dalam tentang makna pemilihan
umum dengan lebih baik lagi dan memberikan hak pilih kita dengan adil dan tanpa
pemaksaan dari pihak orang lain.
Daftar Pustaka
Abubakar, H Suardi, drs, dkk. 2004. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani.
Jakarta : Yudhistira
Purwanto, Drs. 2006. GLADI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Klaten
: Gading Kencana.
Turmudi, Spd. 2004. TELADAN PPKN. Mojokerto : CV. SINAR MULIA PUSTAKA.